PENGARUH BUKTI FISIK, KEHANDALAN, DAYA
TANGGAP, JAMINAN DAN EMPATI TERHADAP KEPUASAN ANGGOTA KOPERASI MUNCUL
ARTA SEJAHTERA SEMARANG
PROPOSAL SKRIPSI
Oleh :
............................................
150..............
STRATA SATU AKUNTANSI
SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI SEMARANG
2018
A. Latar Belakang
Masalah
Era sekarang ini ditandai oleh
revolusi teknologi komunikasi dan informasi yang mengakibatkan terjadinya
perubahan yang luar biasa. Adanya kemudahan yang diperoleh dari komunikasi adan
informasi muncul kompetisi yang sangat ketat yang berakibat anggota semakin
banyak pilihan dan sangat sulit untuk dipuaskan karena telah terjadi pergeseran
yang semula hanya untuk memenuhi kebutuhan, meningkat menjadi harapan (expectation) untuk memenuhi kepuasan.
Sehingga kini hal yang oaling diutamakan adalah segala hal mengenai anggota
bukan bagaimana meningkatkan volume penjualan perusahaan.
Kualitas pelayanan yang diberikan
adalah merupakan kinerja terpenting oleh perusahaan bagi kepuasan konsumen.
Perusahaan harus memperhatikan hal – hal penting bagi konsumen, supaya mereka
merasakan kepuasan sebagaimana yang diharapkan. Pada dasarnya kepuasan konsumen
mencakup perbedaan antara tingkat kepentingan dan kinerja atau hasil yang
dirasakan. Kualitas memberikan dorongan kepada anggota untuk menjalin ikatan
yang kuat dengan perusahaan.
Kualitas pelayanan merupakan suatu bentuk penilaian konsumen terhadap tingkat
pelayanan yang diterima (perceived service) dengan tingkat layanan yang
diharapkan (expected service). Kepuasan anggota dalam bidang jasa
merupakan elemen penting dan menentukan dalam menumbuhkembangkan perusahaan
agar tetap eksis dalam menghadapi persaingan. Upaya perusahaan di dalam membangun kepuasan adalah dengan memberikan
pelayanan yang berkualitas. Hal ini memberikan kepuasan kepada konsumen. Untuk itu
perlu menerapkan dimensi – dimensi kualitas layanan dalam upaya membangun
loyalitas. Menurut Zeithaml (1990:18), ada lima dimensi dalam analisis kualitas
pelayanan, yaitu tangible, reliability,
responsiveness, assurance dan empathy. Artinya dalam memberikan layanan,
perusahaan perlu memperhatikan lima dimensi kualitas layanan supaya tercapai
kinerja yang maksimal yaitu penampilan fisik, kehandalan, daya tanggap, jaminan
dan empati perusahaan agar kebutuhan, harapan dan keinginan konsumen terpenuhi.
Apabila hal tersebut terpenuhi, maka perusahaan berharap konsumen merasa puas,
kemudian tercipta konsumen yang loyal. Sistem pelayanan perlu didukung oleh
kualitas pelayanan, fasilitas yang memadai dan etika atau tata karma. Sedangkan
tujuan memberikan pelayanan adalah untuk memeberikan kepuasan pada konsumen
atau anggota, sehingga berakibat dengan dihasilkannya nilai tambah bagi
perusahaan.
Koperasi Muncul Arta Sejahtera
Semarang merupakan
sebuah perusahaan jasa keuangan yang sedang berkembang sehingga memerlukan
langkah-langkah guna meningkatkan kepuasan anggota. Hal ini supaya Koperasi Muncul Arta Sejahtera Semarang dapat lebih
meningkatkan kinerja organisasi terutama yang berhubungan dengan kepuasan anggota.
Oleh karena itu, penulis memilih Koperasi Muncul Arta Sejahtera Semarang sebagai tempat penelitian dengan harapan mampu memberikan manfaat bagi
kemajuan Koperasi Muncul Arta
Sejahtera Semarang dari hasil penelitian yang dilakukan.
Sebagai institusi jasa yang yang
berperan besar, Koperasi Muncul Arta Sejahtera Semarang tidak hanya dituntut
untuk memenuhi pelayanan perbankan masyarakat dengan baik, akan tetapi juga harus mampu
bersaing untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya dengan member kualitas
terbaik. Tuntutan ini mutlak tercipta suatu kepuasan anggota yang kelak akan
menjadi asset yang berharga bagi perusahaan, sehingga pengendalian kualitas
tersebut harus dipertahankan. Hal utama yang harus diprioritaskan adalah
kepuasan anggota (custumer satisfaction)
yang pada akhirnya akan meningkatkan loyalitas anggota (custumer loyalty) sehingga perusahaan dapat bertahan, bersaing dan
mengusai pangsa pasar.
Pada observasi awal, didapatkan beberapa hasil diantaranya,
Pertama, adanya keluhan dari beberapa anggota yang berkaitan dengan bukti fisik
lebih spesifik dapat disebutkan adanya berkatan dengan kenyamanan ruang tunggu
dan area parkir yang dirasa kurang luas. Kedua, adanya pelayanan yang dianggap
berbelit belit yang dilakukan oleh karyawan terhadap anggota. Ketiga, adanya
anggapan beberapa karyawan memiliki daya tanggap yang kurang cepat terhadap anggota,
hal ini membuat anggota mengantri terlalu lama saaat akan melakukan transaksi.
Keempat, adanya karyawan yang kurang mampu memberikan kepuasan kepada anggota.
Kelima, adanya sikap yang kurang ramah yang ditunjukan oleh beberapa karyawan.
Melihat hal ini tentu saja butuh upaya nyata dari pihak KOPERASI MUNCUL ARTA
SEJAHTERA SEMARANG untuk dapat memperbaiki hal yang berkaitan dengan kualitas
pelayanan sehingga nantinya anggota akan puas dan loyal terhadap KOPERASI
MUNCUL ARTA SEJAHTERA SEMARANG.
Berdasarkan uraian di atas, maka
penulis mengadakan penelitian dengan judul “PENGARUH
KUALITAS PELAYANAN TERHADAP KEPUASAN ANGGOTA KOPERASI MUNCUL ARTA SEJAHTERA
SEMARANG”
B. Rumusan
Masalah
1.
Apakah tangible mempunyai pengaruh terhadap
kepuasan anggota Koperasi Muncul Arta Sejahtera Semarang?
2.
Apakah reliability mempunyai pengaruh terhadap
kepuasan anggota Koperasi Muncul Arta Sejahtera Semarang?
3.
Apakah responsiveness mempunyai pengaruh
terhadap kepuasan anggota Koperasi Muncul Arta Sejahtera Semarang?
4.
Apakah assurance mempunyai pengaruh terhadap
kepuasan anggota Koperasi Muncul Arta Sejahtera Semarang?
5.
Apakah empathy mempunyai pengaruh terhadap
kepuasan anggota Koperasi Muncul Arta Sejahtera Semarang?
6.
Apakah tangible, reliability, responsiveness,
assurance dan empathy mempunyai pengaruh terhadap kepuasan anggota Koperasi
Muncul Arta Sejahtera Semarang?
C. Tujuan dan
Manfaat Penelitian
1.
Tujuan
Penelitian
a.
Untuk mengetahui
pengaruh antara tangible terhadap
kepuasan anggota Koperasi Muncul Arta Sejahtera Semarang.
b.
Untuk mengetahui
pengaruh antara reliability terhadap
kepuasan anggota Koperasi Muncul Arta Sejahtera Semarang
c.
Untuk mengetahui
pengaruh antara responsiveness terhadap
kepuasan anggota Koperasi Muncul Arta Sejahtera Semarang.
d.
Untuk mengetahui
pengaruh antara assurance terhadap
kepuasan anggota Koperasi Muncul Arta Sejahtera Semarang.
e.
Untuk mengetahui
pengaruh antara empathy terhadap
kepuasan anggota Koperasi Muncul Arta Sejahtera Semarang
f.
Untuk mengetahui
pengaruh antara tangible, reliability,
responsiveness, assurance dan empathy terhadap kepuasan anggota Koperasi
Muncul Arta Sejahtera Semarang.
2.
Manfaat
Penelitian
a.
Bagi penulis
Penelitian
ini dapat menambah pengetahuan dan melatih kemampuan penulis dalam menganalisa
persoalan berdasarkan teori yang diperoleh di bangku kuliah dengan kenyataan
yang ada, terutama di bidang jasa dan kualitas pelayanan.
b.
Bagi Koperasi
Muncul Arta Sejahtera Semarang
Sebagai
masukan perusahaan dalam mengambil keputusan dalam bidang pelayanan jasa.
Serta dapat meningkatkan kualitas
pelayanan terhadap anggota Koperasi Muncul Arta Sejahtera Semarang sendiri.
Sehingga kinerja dari Perusahaan Daerah Badan Kredit Kecamatan Sidorejo Kota
Salatiga Koperasi Muncul Arta Sejahtera Semarang dapat meningkat.
c.
Bagi STIE Semarang
Sebagai
tambahan khazanah keilmuan yang utamanya di bidang pelayanan jasa yang
berhubungan langsung dengan anggota.
D. Landasan
Teoritis dan Penelitian Terdahulu
1. Landasan
Teori
a. Pemasaran
Pemasaran adalah sebagai suatu proses social dan
manajerial yang membuat individu dan kelompok memperoleh apa yang mereka
butuhkan dan inginkan lewat penciptaan dan pertukaran timbal balik produk dan
nilai dengan orang lain. (Kotler, 2006:16). Pemasaran terdiri
dari semua aktivitas yang dirancang untuk menghasilkan dan memfasilitasi setiap
pertukaran yang dimaksudkan untuk memuaskan kebutuhan atau keinginan konsumen Jasa sebagai setiap
tindakan atau perbuatan yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak
lain yang pada dasarnya bersifat intangible (tidak berwujud fisik) dan
tidak dapat menghasilkan kepemilikan sesuatu. Pada dasarnya konsep pemasaran sendiri mengatakan bahwa kunci untuk
mencapai tujuan organisasi terdiri dari penentuan kebutuhan dan keinginan pasar
sasaran serta memberikan kepuasan yang diharapkan secara efektif dan efisein
dibandingkan para pesaing. Dalam pemasaran ada produk dan jasa yang bias
dipasarkan. Jasa merupakan setiap kegiatan atau manfaat yang ditawarkan oleh
suatu pihak pada pihak lain dan pada daarnya tidak berwujud, serta tidak
menghasilkan kepemilikan sesuatu, (Saladin, 2004:134). Senada dengan hal
tersebut, Zeithalm dalam Ratih (2005:28) mengatakan bahwa jasa adalah seluruh
aktivitas ekonomi dengan output selain produk dalam pengertian fisik,
dikonsumsi dan diproduksi pada saat bersamaan, memberikan nilai tambah dan secara prinsip tidak berwujud bagi pembelinya. Pemasaran jasa itu
sendiri merupakan sesuatu yang dapat diidentifikasi secara terpisah tidak
berwujud, ditawarkan untuk memenhui kebutuhan. Jasa dapat dihasilkan dengan
menggunakan benda – benda berwujud atau tidak berwujud.
b. Kualitas
Pelayanan
Definisi kualitas sangat beraneka ragam dan mengandung
banyak makna. Kualitas adalah sebuah kata yang bagi penyedia jasa merupakan
sesuatu yang harus dikerjakan dengan baik. Definisi kualitas menurut Kotler
(1997:49) adalah keseluruhan cirri serta sifat suatu produk atau pelayanan yang
berpengaruh pada kemampuan untuk memuaskan kebutuhan yang dinyatakan atau yang
tersirat. Sedangkan menurut Tjiptono (2000: 90) kualitas pelayanan merupakan
suatu proses atau aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan yang dapat dirasakan
secara langsung hasilnya, yang pada akhirnya memenuhi harapan anggota. Menurut
Lyhe (1996:118) pelayanan bukan hanya mendengarkan dan menjawab keluhan
konsumen, tapi lebih dari itu pelayanan yang berkualitas merupakan sarana untuk
mengidentifikasi dan memenuhi kebutuhan konsumen, seorang produsen dapat
memberikan kualitas bila produk atau pealyanan yang diberikan dapat memenuhi
atau melebihi harapan konsumen.
Pelayanan yang baik adalah dambaan konsumen dan suatu
keberhasilan dalam perusahaan. Oleh sebab itu, perusahaan yang baik akan selalu
menjaga mutu pelayanannya. Pelayanan
yang baik akan menyebabkan konsumen merasa puas sehingga menjadi anggota dan
akan mempertahankan loyalitas menggunakan produk dari perusahaan tersebut.
Skelcher (1992:4) dalam T Mansyur mengungkapkan tujuh
prinsip :
1) Standart
Yaitu
adanya kejelasan secara eksplisit mengenai tingkat pelayanan.
2) Openness
Yaitu
menjelaskan bagaimana pelayanan dilakukan dan apakah pelayanan sudah sesuai
dengan standar yang ditentukan.
3) Information
Yaitu
informasi yang menyeluruh dan mudah dimengerti tentang suatu pelayanan.
4) Choice
Memberikan
konsultasi dan pilihan kepada anggota sepanjang yang diperlukan.
5) Non
discrimination
Yaitu
pelayanan diberikan tanpa membedakan ras dan jenis kelamin.
6) Accessibility
Pemberian
pelayanan harus mampu menyenangkan anggota atau memberikan kepuasan pada anggota.
7) Redress
Adanya
sistem publikasi yang baik dan prosedur
penyampaian complain yang mudah.
Aspek – aspek kualitas pelayanan
yang diungkap oleh Pasuraman ( dalam Lupiyoadi, 2001:148), yaitu :
1)
Tangible
Definisi bukti langsung
dalam Rambat Lupiyoadi (2001:148) yaitu "kemampuan suatu perusahaan dalam
menunjukkan eksistensi kepada pihak eksternal. Penampilan dan kemampuan sarana
dan prasarana fisik perusahaan dan keadaan lingkungan sekitarnya adalah bukti nyata
dari pelayanan yang diberikan oleh pemberi jasa, yang meliputi fasilitas fisik
(gedung, gudang, dan lain sebagainya) , perlengkapan dan peralatan yang
dipergunakan (teknologi), serta penampilan pegawainya". Sedangkan Philip Kotler
(1997:53) mengungkapkan bahwa bukti langsung adalah "fasilitas dan
peralatan fisik serta penampilan karyawan yang professional" meliputi
fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai, dan sarana komunikasi.
2)
Reliability
Kehandalan dalam Rambat
Lupiyoadi (2001:148) adalah "kemampuan perusahaan untuk memberikan
pelayanan sesuai yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya. Kinerja harus
sesuai dengan harapan anggota yang berarti ketepatan waktu, pelayanan yang
sama, untuk semua anggota tanpa kesalahan, sikap yang simpatik, dan dengan akurasi
yang tinggi". Secara singkat definisi
kehandalan dalam Fandy Tjiptono (1997:14) adalah "kemampuan memberikan
pelayanan yang dijanjikan dengan segera, akurat, dan memuaskan".
3)
Responsiveness
Menurut Rambat
Lupiyoadi (2001:148) daya tanggap adalah "suatu kemauan untuk membantu dan
memberikan pelayanan yang cepat (responsif) dan tepat kepada anggota,
dengan penyampaian informasi yang jelas. Membiarkan konsumen menunggu tanpa
adanya suatu alasan yang jelas menyebabkan persepsi yang negatif dalam kualitas
pelayanan". Sedangkan menurut Fandy Tjiptono (1996:70) daya tanggap adalah
"keinginan para staf untuk membantu para anggota dan memberikan pelayanan
dengan tanggap".
4) Jaminan
(assurance)
Definisi jaminan dalam
Rambat Lupiyoadi (2001:148) yaitu "pengetahuan, kesopansantunan, dan
kemampuan para pegawai perusahaan untuk menumbuhkan rasa percaya para anggota
kepada perusahaan. Terdiri dari beberapa komponen antara lain komunikasi (communication),
kredibilitas (credibility), keamanan (security), kompetensi (competence),
dan sopan santun (courtesy)".
5)
Empathy
Rambat Lupiyoadi
(2001:148) menerangkan empati adalah "memberikan perhatian yang tulus dan
bersifat individual atau pribadi yang diberikan kepada para anggota dengan
berupaya memahami keinginan konsumen. Dimana suatu perusahaan diharapkan
memiliki pengertian dan pengetahuan tentang anggota, memahami kebutuhan anggota
secara spesifik, serta memiliki waktu pengoperasian yang nyaman bagi anggota".
Anggota menurut Kotler (1997:465)
adalah sebagai tindakan atau kinerja yang ditawarkan suatu pihak kepada pihak
lain yang pada dasarnya bersifat tidak nyata dan tidak menghasilkan kepemilikan
terhadap sesuatu. Menurut Assauri (1999:149) pelayanan merupakan bentuk
pemberian yang diberikan oleh produsen baik terhadap pelayanan barang yang
diproduksi maupun terhadap jasa yang ditawarkan guna memperoleh minat konsumen.
Dengan demikian pelayanan mempengaruhi minat konsumen terhadap suatu barang
atau jasa dari pihak perusahaan yang menawarkan produk atau jasa.
Menurut Nina (2010:156) pelayanan adalah sesuatu yang harus
menjadi budaya yang harus diberikan oleh perusahaan kepada anggota. Budaya
tersebut antara lain:
1) Self Awareness
Menanamkan kesadaran
pribadi untuk memberikan pelayanan sebaik mungkin kepada pasien dengan
mengetahui, mengenali dan memahami kebutuhan pasien maka pelaku bisnis harus
tahu apa yang harus dilakukan dan dikerjakan dalam memberikan pelayanan yang
tepat sesuai kebutuhan pasien sehingga dapat memuaskan pasien sehingga pasien
akan menjadi loyal terhadap perusahaan.
2) Anthusiasm
Memberikan pelayanan
dengan penuh antusias atau gairah artinya adalah semangat dalam memberikan
tanggapan akan kebutuhan pasien.
3)
Reform
Memperbaiki dan
meningkatkan kinerja pelayanan dari waktu kewaktu. Perbaikan tersebut harus
dilakukan seiring dengan waktu, tentunya dengan bertambahnya waktu terjadi
banyak sekali perubahan akan pelayanan dari masa lalu dengan kondisi saat ini.
Dibutuhkan penyesuaian yang terus menerus sehingga tidak tertinggal, hingga
mampu bersaing dengan perusahaan lain.
4)
Value
Pelayanan harus mampu
memberikan nilai tambah. Pelayanan diberikan sesuai standar yang menjadi
patokan dalam berperilaku. Tapi jika ingin mendapatkan hasil yang lebih lagi, harus
dibuat standar nilai yang lebih tinggi dari standar sebelumnya.
5)
Impressive
Pelayanan harus
menarik, berkesan, namun tidak berlebihan. Pelayanan yang biasa menjadi
perhatian adalah pada saat pertama kali bertatap muka, semisal ketika kita
berada di bank yang menjadi acuan baik atau tidaknya ketika bertatap muka
dengan teller atau customer service. Jika mendapat pelayanan yang baik dan
memuaskan pasti akan menjadi kesan baik bagi pasien, tetapi jika sebaliknya
pasti akan membuat pasien tidak
berkeinginan kembali melakukan transaksi.
6)
Care
Semua orang pasti ingin
mendapatkan perhatian apalagi jika berkaitan dengan suatu transaksi. Perhatian
harus diberikan secara tulus, Memberikan perhatian dan kepedulian kepada pasien
secara optimal merupakan bagian dari budaya yang harus diterapkan dalam dunia
pelayanan jasa.
7)
Evaluation
Pelayanan yang telah
diberikan harus selalu di evaluasi secara rutin. Evaluasi dilakukan untuk
mendapatkan informasi tentang keseluruhan penerapan pelayanan yang telah
ditetapkan, sehingga jika ada kekurangan dapat segera dievaluasi dan ditindak
lanjuti untuk mendapatkan perbaikan.
Kualitas jasa dipengaruhi dua
variabel, menurut Rangkuti (2002:21) kedua variabel tersebut adalah jasa yang
dirasakan (perceived service) dan
jasa yang diharapkan (expected service). Pengukuran
kualitas jasa jauh lebih sulit dibandingkan dengan mengukur kualitas produk
nyata, sebab atribut yang melekat pada jasa tidak mudah untuk diidentifikasi. Menurut Tjiptono (2000:97) langkah –
langkah yang harus diambil dalam mengukur kualitas jasa adalah
1)
Spesifikasi
determinan kualitas jasa. Langkah ini menyangkut variabel yang digunakan untuk
mengukur kualitas jasa.
2)
Perangkat
standar kualitas jasa yang bisa diukur. Kualitas jasa yang dimaksud adalah
menyangkut tentang standar atau instrument kualitas jasa yang bisa digunakan
untuk mengukur variabel.
Parasuraman (2001:165) menyatakan
bahwa konsep kualitas layanan adalah
suatu pengertian yang kompleks tentang mutu, tentang memuaskan atau tidak
memuaskan. Konsep kualitas layanan dikatakan bermutu apabila pelayanan yang
diharapkan lebih kecil daripada pelayanan yang dirasakan (bermutu). Dikatakan
konsep kualitas layanan memenuhi
harapan, apabila pelayanan yang diharapkan sama dengan yang dirasakan
(memuaskan). Demikian pula dikatakan persepsi tidak memenuhi harapan apabila
pelayanan yang diharapkan lebih besar daripada pelayanan yang dirasakan (tidak
bermutu).
Konsep kualitas layanan dari harapan yang diharapkan seperti
dikemukakan di atas, ditentukan oleh empat faktor, yang saling terkait dalam
memberikan suatu persepsi yang jelas dari harapan anggota dalam mendapatkan
pelayanan. Keempat faktor tersebut adalah:
1.
Komunikasi
dari mulut ke mulut (word of mouth communication), faktor ini sangat
menentukan dalam pembentukan harapan anggota atas suatu jasa/pelayanan.
Pemilihan untuk mengkonsumsi suatu jasa/pelayanan yang bermutu dalam banyak
kasus dipengaruhi oleh informasi dari mulut ke mulut yang diperoleh dari anggota
yang telah mengkonsumsi jasa tersebut sebelumnya.
2.
Kebutuhan
pribadi (personal need), yaitu harapan anggota bervariasi tergantung
pada karakteristik dan keadaan individu yang memengaruhi kebutuhan pribadinya.
3.
Pengalaman
masa lalu (past experience), yaitu pengalaman anggota merasakan suatu
pelayanan jasa tertentu di masa lalu memengaruhi tingkat harapannya untuk
memperoleh pelayanan jasa yang sama di masa kini dan yang akan datang.
4.
Komunikasi
eksternal (company’s external communication) yaitu komunikasi eksternal
yang digunakan oleh organisasi jasa sebagai pemberi pelayanan melalui berbagai
bentuk upaya promosi juga memegang peranan dalam pembentukan harapan anggota.
Berdasarkan pengertian di atas terdapat tiga
tingkat konsep kualitas layanan yaitu:
1.
Bermutu (quality
surprise), bila kenyataan pelayanan yang diterima melebihi pelayanan yang
diharapkan anggota.
2.
Memuaskan
(satisfactory quality), bila kenyataan pelayanan yang diterima sama
dengan pelayanan yang diharapkan anggota.
3.
Tidak
bermutu (unacceptable quality), bila ternyata kenyataan pelayanan yang
diterima lebih rendah dari yang diharapkan anggota.
Uraian tersebut di atas, menjadi suatu
penilaian di dalam menentukan berbagai macam model pengukuran kualitas layanan.
Peter (2003:99) menyatakan bahwa untuk mengukur konsep kualitas layanan ,
maka dilihat dari enam tinjauan yang
menjadi suatu penilaian dalam mengetahui konsep kualitas layanan yang diadopsi dari temuan-temuan hasil penelitian
antara lain sebagai berikut:
1.
Gronroos
Perceived Service Quality Model yang
dibuat oleh Gronroos. Pendekatan yang dilakukan adalah dengan mengukur
harapan akan kualitas layanan (expected quality) dengan pengalaman
kualitas layanan yang diterima (experienced quality) dan antara kualitas
teknis (technical quality) dengan kualitas fungsi (functional quality).
Titik fokus dalam perbandingan itu menggunakan citra organisasi jasa (corporate
image) pemberi jasa. Citra organisasi jasa menurut Gronroos (1990:55) sangat
memengaruhi harapan dan pengalaman anggota, sehingga dari keduanya akan
melahirkan konsep kualitas layanan
secara total.
2.
Heskett’s
Service Profit Chain Model. Model ini dikembangkan oleh Heskett’s
(1990:120) dengan membuat rantai nilai profit. Dalam rantai nilai tersebut
dijelaskan bahwa kualitas layanan internal (internal quality service)
lahir dari karyawan yang puas (employee satisfaction). Karyawan yang
puas akan memberi dampak pada ketahanan karyawan (employee retention)
dan produktivitas karyawan (employee productivity), yang pada gilirannya
akan melahirkan kualitas layanan eksternal yang baik. Kualitas layanan
eksternal yang baik akan melahirkan kepuasan anggota (customer satisfaction),
loyalitas anggota (customer loyalty), dan pada akhirnya meningkatkan
penjualan dan profitabilitas.
3.
Normann’s
Service Management System.
Model ini dikembangkan oleh Normann’s (1992:45) yang menyatakan bahwa
sesungguhnya jasa itu ditentukan oleh partisipasi dari anggota, dan evaluasi
terhadap kualitas layanan tergantung pada interaksi dengan anggota. Sistem
manajemen pelayanan bertitik tolak pada budaya dan filosofi yang ada dalam
suatu organisasi jasa.
4.
European
Foundation for Quality Management Model (EFQM Model). Model ini dikembangkan oleh Yayasan Eropa untuk Management
Mutu dan telah diterima secara internasional. Model ini ditemukan setelah
lembaga tersebut melakukan survei terhadap organisasi jasa yang sukses di
Eropa. Organisasi dan hasil (organization and results) merupakan titik
tolak model ini, di mana kualitas layanan ditentukan oleh faktor kepemimpinan (leadership)
dalam mengelola sumberdaya manusia, strategi dan kebijakan, dan sumberdaya lain
yang dimiliki organisasi. Proses secara baik terhadap faktor-faktor tersebut
akan melahirkan kepuasan kepada karyawan, kepuasan kepada anggota dan dampak
sosial yang berarti, dan ketiganya merupakan hasil bisnis yang sebenarnya.
5.
Service
Performance Model (SERPERF
Model). Model ini dikembangkan oleh Cronin dan Taylor yang mengukur tingkat
kualitas layanan berdasarkan apa yang diharapkan oleh anggota (expectation)
dibandingkan dengan ukuran kinerja (performance) yang diberikan oleh
organisasi jasa dan derajat kepentingan (importance) yang dikehendaki
oleh anggota (Tjiptono, 1999:99).
6.
Service
Quality Model (SERVQUAL
Model). Model ini dikembangkan oleh Parasuraman, Zeithaml dan Berry. Pengukuran
dalam model ini menggunakan skala perbandingan multidimensional antara harapan
(expectation) dengan persepsi tentang kinerja (performance).
Uraian tersebut di atas memberikan suatu
pemahaman yang kuat bahwa di dalam menumbuhkan adanya konsep kualitas
layanan kepada anggota, maka pihak
organisasi layanan jasa lalu lintas penerbangan harus menumbuhkan dan
memberikan kekuatan terhadap pentingnya kualitas layanan yang diberikan.
Sesungguhnya kualitas layanan merupakan kualitas interaksi, kualitas lingkungan
fisik dan kualitas hasil yang diterima oleh anggota dalam rangka memenuhi
tingkat kepuasannya.
Menurut Gaspersz (2003:4) pengertian dasar dari
kualitas menunjukkan bahwa kata kualitas memiliki banyak definisi yang berbeda
dan bervariasi dari yang konvensional sampai yang lebih strategik. Definisi
konvensional dari kualitas biasanya menggambarkan karakteristik langsung dari
suatu jasa seperti performansi (performance), keandalan (reliability),
mudah dalam penggunaan (ease of use), estetika (esthetics) dan
sebagainya, seperti kualitas interaksi, kualitas lingkungan fisik dan kualitas
hasil.
Di samping pengertian kualitas seperti telah
disebutkan di atas, kualitas juga
diartikan sebagai segala sesuatu yang menentukan kepuasan anggota dan
upaya perubahan ke arah perbaikan terus-menerus, sehingga dikenal istilah “Q-MATCH”
(Quality = Meets Agreed Terms and Changes).
Dalam definisi tentang kualitas, baik yang
konvensional maupun yang strategjk, dikatakan bahwa pada dasarnya kualitas
mengacu kepada pengertian pokok berikut:
1.
Kualitas
terdiri dari sejumlah keistimewaan jasa, baik keistimewaan langsung maupun
keistimewaan atraktif yang memenuhi keinginan anggota dan dengan demikian
memberikan kepuasan atas penggunaan jasa itu.
2.
Kualitas
terdiri dari segala sesuatu yang bebas dari kekurangan atau kerusakan.
Berdasarkan pengertian dasar tentang kualitas
di atas, tampak bahwa kualitas selalu berfokus pada pelayanan anggota (customer
service focused quality). Dengan demikian jasa-jasa didesain sedemikian
rupa serta pelayanan diberikan untuk memenuhi keinginan anggota. Karena
kualitas mengacu kepada segala sesuatu yang menentukan kepuasan anggota, suatu
jasa yang dihasilkan baru dikatakan
berkualitas apabila sesuai dengan keinginan anggota, dimanfaatkan dengan baik, serta dijasasi
(dihasilkan) dengan cara yang baik dan benar.
Dekker (2001:14) pada dasarnya sistem kualitas
modern itu dibagi menjadi tiga yaitu kualitas desain, kualitas konfirmasi dan
kualitas layanan. Lebih jelasnya diuraikan bahwa:
1.
Kualitas
desain, pada dasarnya mengacu kepada aktivitas yang menjamin bahwa jasa baru
atau jasa yang dimodifikasi, didesain sedemikian rupa untuk memenuhi keinginan
dan harapan anggota serta secara ekonomis layak untuk dikerjakan. Dengan demikian,
kualitas desain adalah kualitas yang direncanakan. Kualitas desain itu akan
menentukan spesifikasi jasa dan merupakan dasar pembuatan keputusan yang
berkaitan dengan pelayanan, spesifikasi penggunaan, serta pelayanan purna jual.
Kualitas desain pada umumnya merupakan tanggungjawab pada Bagian Riset dan
Pengembangan (R&D), Rekayasa Proses (Process Engineering), Riset
Pasar (Market Research) dan bagian-bagian lain yang berkaitan.
2.
Kualitas
Konformansi mengacu kepada pembuatan jasa atau pemberian jasa layanan yang
memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan sebelumnya pada tahap desain itu.
Dengan demikian kualitas konformansi menunjukkan tingkat sejauhmana jasa yang
dibuat memenuhi atau sesuai dengan spesifikasi jasa. Pada umumnya,
bagian-bagian jasa, perencanaan dan pengendalian jasasi, pembelian dan
pengiriman memiliki tanggungjawab utama untuk kualitas konformansi itu.
3.
Kualitas
pemasaran dan pelayanan purna jual berkaitan dengan tingkat sejauhmana dalam
menggunakan jasa itu memenuhi ketentuan-ketentuan dasar tentang pemasaran,
pemeliharaan dan pelayanan purna jual.
Tinjauan Parasuraman (2001:152) menyatakan
bahwa di dalam memperoleh kualitas layanan jasa yang optimal, banyak ditentukan
oleh kemampuan di dalam memadukan unsur-unsur yang saling berkaitan di dalam
menunjukkan adanya suatu layanan yang terpadu dan utuh. Suatu kualitas layanan
jasa akan komparatif dengan unsur-unsur yang mendukungnya, yaitu: (1) adanya
jasa jasa yang sesuai dengan bentuk pelayanan yang dapat memberikan kepuasan
kepada anggota, (2) penyampaian informasi yang kompleks, terformalkan dan
terfokus di dalam penyampaiannya, sehingga terjadi bentuk-bentuk interaksi
antara pihak yang memberikan pelayanan jasa dan yang menerima jasa, dan (3)
memberikan penyampaian bentuk-bentuk kualitas layanan jasa sesuai dengan
lingkungan jasa yang dimiliki oleh suatu
organisasi jasa.
BACA JUGA : CARA MEMBUAT LINK DOWNLOAD DI BLOG
2.1 Unsur-unsur
Kualitas Layanan
Setiap organisasi modern dan maju senantiasa
mengedepankan bentuk-bentuk aktualisasi kualitas layanan. Kualitas layanan yang
dimaksud adalah memberikan bentuk pelayanan yang optimal dalam memenuhi
kebutuhan, keinginan, harapan dan kepuasan dari masyarakat yang meminta
pelayanan dan yang meminta dipenuhi pelayanannya. Parasuraman (2001:26)
mengemukakan konsep kualitas layanan yang berkaitan dengan kepuasan ditentukan
oleh lima unsur yang biasa dikenal dengan istilah kualitas layanan “RATER” (responsiveness, assurance, tangible, empathy
dan reliability). Konsep kualitas
layanan RATER intinya adalah membentuk sikap dan perilaku dari pengembang
pelayanan untuk memberikan bentuk pelayanan yang kuat dan mendasar, agar
mendapat penilaian sesuai dengan kualitas layanan yang diterima.
Inti dari konsep kualitas layanan adalah
menunjukkan segala bentuk aktualisasi kegiatan pelayanan yang memuaskan orang-orang
yang menerima pelayanan sesuai dengan daya tanggap (responsiveness), menumbuhkan adanya jaminan (assurance), menunjukkan bukti fisik (tangible) yang dapat
dilihatnya, menurut empati (empathy)
dari orang-orang yang memberikan pelayanan sesuai dengan kehandalannya (reliability) menjalankan tugas pelayanan
yang diberikan secara konsekuen untuk memuaskan yang menerima pelayanan.
Berdasarkan inti dari konsep kualitas layanan
“RATER” kebanyakan organisasi kerja yang menjadikan konsep ini sebagai acuan
dalam menerapkan aktualisasi layanan dalam organisasi kerjanya, dalam
memecahkan berbagai bentuk kesenjangan (gap) atas berbagai pelayanan yang
diberikan oleh pegawai dalam memenuhi tuntutan pelayanan masyarakat.
Aktualisasi konsep “RATER” juga diterapkan dalam penerapan kualitas layanan
pegawai baik pegawai pemerintah maupun non pemerintah dalam meningkatkan
prestasi kerjanya.
Lebih jelasnya dapat diuraikan
mengenai bentuk-bentuk aplikasi kualitas layanan dengan menerapkan konsep
“RATER” yang dikemukakan oleh Parasuraman (2001:32) sebagai berikut:
1. Daya
tanggap (Responsiveness)
Setiap pegawai dalam memberikan
bentuk-bentuk pelayanan, mengutamakan aspek pelayanan yang sangat mempengaruhi
perilaku orang yang mendapat pelayanan, sehingga diperlukan kemampuan daya
tanggap dari pegawai untuk melayani masyarakat sesuai dengan tingkat
penyerapan, pengertian, ketidaksesuaian atas berbagai hal bentuk pelayanan yang
tidak diketahuinya. Hal ini memerlukan adanya penjelasan yang bijaksana,
mendetail, membina, mengarahkan dan membujuk agar menyikapi segala
bentuk-bentuk prosedur dan mekanisme kerja yang berlaku dalam suatu organisasi,
sehingga bentuk pelayanan mendapat respon positif (Parasuraman, 2001:52).
Tuntutan pelayanan yang menyikapi berbagai
keluhan dari bentuk-bentuk pelayanan yang diberikan menjadi suatu respek
positif dari daya tanggap pemberi pelayanan dan yang menerima pelayanan.
Seyogyanya pihak yang memberikan pelayanan apabila menemukan orang yang
dilayani kurang mengerti atas berbagai syarat prosedur atau mekanisme, maka
perlu diberikan suatu pengertian dan pemahaman yang jelas secara bijaksana,
berwibawa dan memberikan berbagai alternatif kemudahan untuk mengikuti syarat
pelayanan yang benar, sehingga kesan dari orang yang mendapat pelayanan
memahami atau tanggap terhadap keinginan orang yang dilayani.
Pada prinsipnya, inti dari bentuk pelayanan
yang diterapkan dalam suatu instansi atau aktivitas pelayanan kerja yaitu
memberikan pelayanan sesuai dengan tingkat ketanggapan atas permasalahan
pelayanan yang diberikan. Kurangnya ketanggapan tersebut dari orang yang
menerima pelayanan, karena bentuk pelayanan tersebut baru dihadapi pertama
kali, sehingga memerlukan banyak informasi mengenai syarat dan prosedur
pelayanan yang cepat, mudah dan lancar, sehingga pihak pegawai atau pemberi
pelayanan seyogyanya menuntun orang yang dilayani sesuai dengan
penjelasan-penjelasan yang mendetail, singkat dan jelas yang tidak menimbulkan
berbagai pertanyaan atau hal-hal yang menimbulkan keluh kesah dari orang yang
mendapat pelayanan. Apabila hal ini dilakukan dengan baik, berarti pegawai
tersebut memiliki kemampuan daya tanggap terhadap pelayanan yang diberikan yang
menjadi penyebab terjadinya pelayanan yang optimal sesuai dengan tingkat
kecepatan, kemudahan dan kelancaran dari suatu pelayanan yang ditangani oleh
pegawai (Parasuraman, 2001:63).
Uraian-uraian di atas menjadi suatu
interpretasi yang banyak dikembangkan dalam suatu organisasi kerja yang
memberikan kualitas layanan yang sesuai dengan daya tanggap atas berbagai pelayanan
yang ditunjukkan. Inti dari pelayanan daya tanggap dalam suatu organisasi
berupa pemberian berbagai penjelasan dengan bijaksana, mendetail, membina,
mengarahkan dan membujuk. Apabila hal ini dapat diimplementasikan dengan baik,
dengan sendirinya kualitas layanan daya tanggap akan menjadi cermin prestasi
kerja pegawai yang ditunjukkan dalam pelayanannya.
2. Jaminan
(Assurance)
Setiap bentuk pelayanan memerlukan
adanya kepastian atas pelayanan yang diberikan. Bentuk kepastian dari suatu
pelayanan sangat ditentukan oleh jaminan dari pegawai yang memberikan
pelayanan, sehingga orang yang menerima pelayanan merasa puas dan yakin bahwa
segala bentuk urusan pelayanan yang dilakukan atas tuntas dan selesai sesuai
dengan kecepatan, ketepatan, kemudahan, kelancaran dan kualitas layanan yang
diberikan (Parasuraman, 2001:69).
Jaminan atas pelayanan yang
diberikan oleh pegawai sangat ditentukan oleh performance atau kinerja pelayanan, sehingga diyakini bahwa pegawai
tersebut mampu memberikan pelayanan yang handal, mandiri dan profesional yang
berdampak pada kepuasan pelayanan yang diterima. Selain dari performance tersebut, jaminan dari
suatu pelayanan juga ditentukan dari
adanya komitmen organisasi yang kuat, yang menganjurkan agar setiap pegawai
memberikan pelayanan secara serius dan sungguh-sungguh untuk memuaskan orang
yang dilayani. Bentuk jaminan yang lain yaitu jaminan terhadap pegawai yang
memiliki perilaku kepribadian (personality
behavior) yang baik dalam memberikan pelayanan, tentu akan berbeda pegawai yang
memiliki watak atau karakter yang kurang baik dan yang kurang baik dalam
memberikan pelayanan (Margaretha, 2003:201).
Inti dari bentuk pelayanan yang meyakinkan pada
dasarnya bertumpu kepada kepuasan pelayanan yang ditunjukkan oleh setiap
pegawai, komitmen organisasi yang menunjukkan pemberian pelayanan yang baik,
dan perilaku dari pegawai dalam memberikan pelayanan, sehingga dampak yang
ditimbulkan dari segala aktivitas pelayanan tersebut diyakini oleh orang-orang
yang menerima pelayanan, akan dilayani dengan baik sesuai dengan bentuk-bentuk
pelayanan yang dapat diyakini sesuai dengan kepastian pelayanan.
Melihat kenyataan kebanyakan organisasi modern
dewasa ini diperhadapkan oleh adanya berbagai bentuk penjaminan yang dapat
meyakinkan atas berbagai bentuk pelayanan yang dapat diberikan oleh suatu
organisasi sesuai dengan prestasi kerja yang ditunjukkannya. Suatu organisasi
sangat membutuhkan adanya kepercayaan memberikan pelayanan kepada orang-orang
yang dilayaninya. Untuk memperoleh suatu pelayanan yang meyakinkan, maka setiap
pegawai berupaya untuk menunjukkan kualitas layanan yang meyakinkan sesuai
dengan bentuk-bentuk pelayanan yang memuaskan yang diberikan, bentuk-bentuk
pelayanan yang sesuai dengan komitmen organisasi yang ditunjukkan dan memberikan
kepastian pelayanan sesuai dengan perilaku yang ditunjukkan. Margaretha
(2003:215) suatu organisasi kerja sangat memerlukan adanya kepercayaan yang
diyakini sesuai dengan kenyataan bahwa organisasi tersebut mampu memberikan
kualitas layanan yang dapat dijamin sesuai dengan:
a.
Mampu
memberikan kepuasan dalam pelayanan yaitu setiap pegawai akan memberikan
pelayanan yang cepat, tepat, mudah, lancar dan berkualitas, dan hal tersebut
menjadi bentuk konkrit yang memuaskan orang yang mendapat pelayanan.
b.
Mampu
menunjukkan komitmen kerja yang tinggi sesuai dengan bentuk-bentuk integritas
kerja, etos kerja dan budaya kerja yang sesuai dengan aplikasi dari visi, misi
suatu organisasi dalam memberikan pelayanan.
c.
Mampu
memberikan kepastian atas pelayanan sesuai dengan perilaku yang ditunjukkan,
agar orang yang mendapat pelayanan yakin sesuai dengan perilaku yang
dilihatnya.
BACA JUGA : Cara membuat link sentuh pada blog
Uraian ini menjadi suatu penilaian
bagi suatu organisasi dalam menunjukkan kualitas layanan asuransi (meyakinkan)
kepada setiap orang yang diberi pelayanan sesuai dengan bentuk-bentuk kepuasan
pelayanan yang dapat diberikan, memberikan pelayanan yang sesuai dengan
komitmen kerja yang ditunjukkan dengan perilaku yang menarik, meyakinkan dan
dapat dipercaya, sehingga segala bentuk kualitas layanan yang ditunjukkan dapat
dipercaya dan menjadi aktualisasi pencerminan prestasi kerja yang dapat dicapai
atas pelayanan kerja.
3. Bukti
Fisik (Tangible)
Pengertian bukti fisik dalam
kualitas layanan adalah bentuk aktualisasi nyata secara fisik dapat terlihat
atau digunakan oleh pegawai sesuai dengan penggunaan dan pemanfaatannya yang
dapat dirasakan membantu pelayanan yang diterima oleh orang yang menginginkan
pelayanan, sehingga puas atas pelayanan yang dirasakan, yang sekaligus
menunjukkan prestasi kerja atas pemberian pelayanan yang diberikan
(Parasuraman, 2001:32).
Berarti dalam memberikan pelayanan,
setiap orang yang menginginkan pelayanan dapat merasakan pentingnya bukti fisik
yang ditunjukkan oleh pengembang pelayanan, sehingga pelayanan yang diberikan
memberikan kepuasan. Bentuk pelayanan bukti fisik biasanya berupa sarana dan
prasarana pelayanan yang tersedia, teknologi pelayanan yang digunakan,
performance pemberi pelayanan yang sesuai dengan karakteristik pelayanan yang
diberikan dalam menunjukkan prestasi kerja yang dapat diberikan dalam bentuk
pelayanan fisik yang dapat dilihat.
Bentuk-bentuk pelayanan fisik yang ditunjukkan
sebagai kualitas layanan dalam rangka meningkatkan prestasi kerja, merupakan
salah satu pertimbangan dalam manajemen organisasi. Arisutha (2005:49)
menyatakan prestasi kerja yang ditunjukkan oleh individu sumberdaya manusia,
menjadi penilaian dalam mengaplikasikan aktivitas kerjanya yang dapat dinilai
dari bentuk pelayanan fisik yang ditunjukkan. Biasanya bentuk pelayanan fisik
tersebut berupa kemampuan menggunakan dan memanfaatkan segala fasilitas alat
dan perlengkapan di dalam memberikan pelayanan, sesuai dengan kemampuan
penguasaan teknologi yang ditunjukkan secara fisik dan bentuk tampilan dari
pemberi pelayanan sesuai dengan perilaku yang ditunjukkan. Dalam banyak
organisasi, kualitas layanan fisik terkadang menjadi hal penting dan utama,
karena orang yang mendapat pelayanan dapat menilai dan merasakan kondisi fisik
yang dilihat secara langsung dari pemberi pelayanan baik menggunakan,
mengoperasikan dan menyikapi kondisi fisik suatu pelayanan.
Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam suatu
organisasi modern dan maju, pertimbangan dari para pengembang pelayanan,
senantiasa mengutamakan bentuk kualitas kondisi fisik yang dapat memberikan
apresiasi terhadap orang yang memberi pelayanan. Martul (2004:49) menyatakan
bahwa kualitas layanan berupa kondisi fisik merupakan bentuk kualitas layanan
nyata yang memberikan adanya apresiasi dan membentuk imej positif bagi setiap
individu yang dilayaninya dan menjadi suatu penilaian dalam menentukan
kemampuan dari pengembang pelayanan tersebut memanfaatkan segala kemampuannya
untuk dilihat secara fisik, baik dalam menggunakan alat dan perlengkapan
pelayanan, kemampuan menginovasi dan mengadopsi teknologi, dan menunjukkan
suatu performance tampilan yang cakap, berwibawa dan memiliki integritas yang
tinggi sebagai suatu wujud dari prestasi kerja yang ditunjukkan kepada orang
yang mendapat pelayanan.
Selanjutnya, tinjauan Margaretha (2003:65) yang
melihat dinamika dunia kerja dewasa ini yang mengedepankan pemenuhan kebutuhan
pelayanan masyarakat maka, identifikasi kualitas layanan fisik mempunyai
peranan penting dalam memperlihatkan kondisi-kondisi fisik pelayanan tersebut. Identifikasi kualitas layanan fisik (tangible) dapat tercermin dari aplikasi
lingkungan kerja berupa:
a.
Kemampuan
menunjukkan prestasi kerja pelayanan dalam menggunakan alat dan perlengkapan
kerja secara efisien dan efektif.
b.
Kemampuan
menunjukkan penguasaan teknologi dalam berbagai akses data dan inventarisasi
otomasi kerja sesuai dengan dinamika dan perkembangan dunia kerja yang
dihadapinya.
c.
Kemampuan
menunjukkan integritas diri sesuai dengan penampilan yang menunjukkan
kecakapan, kewibawaan dan dedikasi kerja.
Uraian ini secara umum memberikan
suatu indikator yang jelas bahwa kualitas layanan sangat ditentukan menurut
kondisi fisik pelayanan, yang inti pelayanannya yaitu kemampuan dalam
menggunakan alat dan perlengkapan kerja yang dapat dilihat secara fisik, mampu
menunjukkan kemampuan secara fisik dalam berbagai penguasaan teknologi kerja
dan menunjukkan penampilan yang sesuai dengan kecakapan, kewibawaan dan
dedikasi kerja.
4. Empati
(Empathy)
Setiap kegiatan atau aktivitas
pelayanan memerlukan adanya pemahaman dan pengertian dalam kebersamaan asumsi
atau kepentingan terhadap suatu hal yang berkaitan dengan pelayanan. Pelayanan
akan berjalan dengan lancar dan berkualitas apabila setiap pihak yang
berkepentingan dengan pelayanan memiliki adanya rasa empati (empathy) dalam menyelesaikan atau
mengurus atau memiliki komitmen yang sama terhadap pelayanan (Parasuraman,
2001:40).
Empati dalam suatu pelayanan adalah adanya
suatu perhatian, keseriusan, simpatik, pengertian dan keterlibatan pihak-pihak
yang berkepentingan dengan pelayanan untuk mengembangkan dan melakukan
aktivitas pelayanan sesuai dengan tingkat pengertian dan pemahaman dari
masing-masing pihak tersebut. Pihak yang memberi pelayanan harus memiliki
empati memahami masalah dari pihak yang ingin dilayani. Pihak yang dilayani
seyogyanya memahami keterbatasan dan kemampuan orang yang melayani, sehingga
keterpaduan antara pihak yang melayani dan mendapat pelayanan memiliki perasaan
yang sama.
Artinya setiap bentuk pelayanan yang diberikan
kepada orang yang dilayani diperlukan adanya empati terhadap berbagai masalah
yang dihadapi orang yang membutuhkan pelayanan. Pihak yang menginginkan
pelayanan membutuhkan adanya rasa kepedulian atas segala bentuk pengurusan
pelayanan, dengan merasakan dan memahami kebutuhan tuntutan pelayanan yang
cepat, mengerti berbagai bentuk perubahan pelayanan yang menyebabkan adanya
keluh kesah dari bentuk pelayanan yang harus dihindari, sehingga pelayanan
tersebut berjalan sesuai dengan aktivitas yang diinginkan oleh pemberi
pelayanan dan yang membutuhkan pelayanan.
Berarti empati dalam suatu organisasi kerja
menjadi sangat penting dalam memberikan suatu kualitas layanan sesuai prestasi
kerja yang ditunjukkan oleh seorang pegawai. Empati tersebut mempunyai inti
yaitu mampu memahami orang yang dilayani dengan penuh perhatian, keseriusan,
simpatik, pengertian dan adanya keterlibatan dalam berbagai permasalahan yang
dihadapi orang yang dilayani. Margaretha (2003:78) bahwa suatu bentuk kualitas
layanan dari empati orang-orang pemberi pelayanan terhadap yang mendapatkan
pelayanan harus diwujudkan dalam lima hal yaitu:
a.
Mampu
memberikan perhatian terhadap berbagai bentuk pelayanan yang diberikan,
sehingga yang dilayani merasa menjadi orang yang penting.
b.
Mampu
memberikan keseriusan atas aktivitas kerja pelayanan yang diberikan, sehingga
yang dilayani mempunyai kesan bahwa pemberi pelayanan menyikapi pelayanan yang
diinginkan.
c.
Mampu
menunjukan rasa simpatik atas pelayanan yang diberikan, sehingga yang dilayani
merasa memiliki wibawa atas pelayanan yang dilakukan.
d.
Mampu
menunjukkan pengertian yang mendalam atas berbagai hal yang diungkapkan,
sehingga yang dilayani menjadi lega dalam menghadapi bentuk-bentuk pelayanan
yang dirasakan.
e.
Mampu
menunjukkan keterlibatannya dalam memberikan pelayanan atas berbagai hal yang
dilakukan, sehingga yang dilayani menjadi tertolong menghadapi berbagai bentuk
kesulitan pelayanan.
BACA JUGA: sunan dari walisongo
Bentuk-bentuk pelayanan ini menjadi suatu yang
banyak dikembangkan oleh para pengembang organisasi, khususnya bagi pengembang
pelayanan modern, yang bertujuan memberikan kualitas layanan yang sesuai dengan
dimensi empati atas berbagai bentuk-bentuk permasalahan pelayanan yang dihadapi
oleh yang membutuhkan pelayanan, sehingga dengan dimensi empati ini, seorang
pegawai menunjukkan kualitas layanan sesuai dengan prestasi kerja yang
ditunjukkan.
5. Kehandalan
(Reliability)
Setiap pelayanan memerlukan bentuk
pelayanan yang handal, artinya dalam memberikan pelayanan, setiap pegawai
diharapkan memiliki kemampuan dalam pengetahuan, keahlian, kemandirian,
penguasaan dan profesionalisme kerja yang tinggi, sehingga aktivitas kerja yang
dikerjakan menghasilkan bentuk pelayanan yang memuaskan, tanpa ada keluhan dan
kesan yang berlebihan atas pelayanan yang diterima oleh masyarakat
(Parasuraman, 2001:48).
Tuntutan kehandalan pegawai dalam
memberikan pelayanan yang cepat, tepat, mudah dan lancar menjadi syarat
penilaian bagi orang yang dilayani dalam memperlihatkan aktualisasi kerja
pegawai dalam memahami lingkup dan uraian kerja yang menjadi perhatian dan fokus
dari setiap pegawai dalam memberikan pelayanannya.
c.
Kepuasan Konsumen
Fandy
Tjiptono (1996:146) mengungkapkan bahwa Kepuasan anggota merupakan evaluasi
purnabeli dimana alternatif yang dipilih sekurang-kurangnya memberikan hasil (outcome)
sama atau melampaui harapan anggota, sedangkan ketidakpuasan timbul apabila
hasil yang diperoleh tidak memenuhi harapan anggota.
Menurut
Kotler (2000 : 42) kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang
muncul setelah membandingkan antara persepsi/ kesan terhadap kinerja (atau
hasil) suatu produk dan harapan-harapannya. Kepuasan konsumen berkaitan dengan
tanggapan emosional, atau perasaan setelah mengkonsumsi suatu produk. Dari berbagai pendapat yang
dilontarkan para ahli bisa disimpulkan bahwa kepuasan anggota adalah respon
dari perilaku yang ditunjukkan oleh anggota dengan membandingkan antara kinerja
atau hasil yang dirasakan dengan harapan. Apabila hasil yang dirasakan dibawah
harapan, maka anggota akan kecewa, kurang puas bahkan tidak puas, namun
sebaliknya bila sesuai dengan harapan, anggota akan puas dan bila kinerja
melebihi harapan, anggotaakan sangat puas.
Pelayanan yang berkualitas dan memenuhi kepuasan
konsumen terdiri dari tiga komponen dasar yang harus dipahami bagi setiap
perusahaan yaitu :
1) Proses sebelum penjualan
Pada
tahap ini perusahaan mempunyai kesempatan untuk membentuk hubungan dengan
konsumen. Hal ini dapat dilakukan dengan menginformasikan produk pada konsumen
dan menciptakan kepercayaan pada konsumen atas produk yang ditawarkan.
2) Proses selama transaksi
Pada
fase ini perusahaan harus tetap menjaga kualitas pelayanan. Agar konsumen
menjadi anggota yang setia. Komunikasi pada fase ini sangat penting, sebab pada
fase ini konsumen membutuhkan informasi lebih banyak lagi akan produk yang akan
dibeli. Jika pihak – pihak perusahaan tidak memahami tentang produk yang
ditawarkan, bisa saja konsumen beralih pada perusahaan lain.
3) Proses sesudah penjualan
Pada
fase ini perusahaan diharapkan mendengar atau menanggapi keluhan dari pihak
konsumen atas produk yang telah dibeli.
Menurut Parasuraman, Zeithamal & Bery
(Tjiptono,1996:69), bahwa untuk dapat menentukan standar kualitas jasa dapat
dilihat dari dimensi atau kriteria berikut:
1)
Reliability (kehandalan), mencakup dua hal pokok yaitu konsistensi kerja dan
kemampuan untuk dipercaya sesuai janjinya yang disepakati.
2)
Responsiveness (ketanggapan),kesiapan karyawan dan perusahaan untuk memberikan jasa
yang dibutuhkan.
3)
Competence (kemampuan), artinya karyawan memiliki ketrampilan dan pengetahuan yang
dibutuhkan agar dapat memberikan jasa tersebut.
4)
Acces ,
yaitu meliputi kemudahan untuk dihubungi dan ditemui dalam waktu menunggu yang
tidak lama.
5)
Courtesy (keramahan), meliputi sikap sopan santun, perhatian dan keramahan para
karyawan secara keseluruhan.
6)
Comunication (komunikasi), artinya memberikan informasi dengan bahasa yang dapat
dipahami serta dapat mendengarkan saran dan keluhan anggota.
7)
Credibility (dapat dipercaya), adalah sikap jujur dan dapat dipercaya mencakup
keseluruhan bagian (perusahaan dan karyawan).
8)
Security (keamanan), yaitu keamanan dari bahaya, resiko finansial dan kerahasiaan.
9)
Understanding (knowing the costumer), yaitu usaha untuk membangun sistem
kualitas untuk perbaikan manajemen secara terus menerus.
10) Tangibles
(bukti fisik), yaitu bukti fisik dari jasa yang bisa berupa fasilitas fisik,
peralatan dan penampilan fisik karyawan.
Menurut
Kotler (1997:38) metode-metode yang dapat dipergunakan setiap perusahaan untuk
memantau dan mengukur kepuasan anggota adalah sebagai berikut:
1) Sistem
keluhan dan saran (complain and suggestion system)
Organisasi yang berwawasan anggota
akan membuat anggotanya memberikan saran atau keluhan, misalnya dengan
memberikan formulir bagi anggota untuk melaporkan kesukaan atau keluhan,
penempatan kotak saran. Alur informasi ini memberikan banyak gagasan balik dan
perusahaan dapat bergerak lebih cepat untuk menyelesaikan masalah.
2) Survey
anggota (customer surveys)
Kepuasan
anggota dapat diukur melalui anggota atas persepsinya terhadap kepuasannya.
3) Pembeli
bayangan (ghost shopping)
Cara lain untuk mengukur mengenai
kepuasan anggota adalah dengan menyuruh orang berpura-pura menjadi pembeli dan
melaporkan titik-titik kuat maupun lemah yang mereka alami sewaktu membeli
produk perusahaan.
4) Analisa
Kehilangan Anggota (Lost customer analysis)
Perusahaan seyogyanya menghubungi
para anggota yang telah berhenti membeli atau yang telah pindah pemasok agar
dapat memahami mengapa hal ini terjadi dan supaya dapat mengambil kebijakan
perbaikan / penyempurnaan selanjutnya. Bukan hanya exit interview saja
yang perlu, tetapi pemantauan customer loss rate juga penting, dimana
peningkatan customer loss rate menunjukkan kegagalan perusahaan dalam
memuaskan anggotanya.
Setiap layanan yang diberikan,
senantiasa berorientasi pada tujuan memberikan kepuasan kepada anggota. Johnson
dalam Purwoko (2000:208)) kepuasan seorang anggota dapat terlihat dari tingkat
penerimaan anggota yang didapatkan. Tanda dari kepuasan tersebut diidentifikasi
sebagai berikut: (1) senang atau kecewa atas perlakuan atau pelayanan yang
diterima, (2) mengeluh atau mengharap atas perlakuan yang semestinya diperoleh,
(3) tidak membenarkan atau menyetujui sesuatu yang bertautan dengan
kepentingannya, (4) menghendaki pemenuhan kebutuhan dan keinginan atas berbagai
pelayanan yang diterima. Keempat tanda tersebut di atas akan berbeda-beda sesuai
dengan bentuk pelayanan jasa yang diterima.
Tirtomulyo (1999:24) menyatakan
bahwa untuk memperoleh kepuasan, maka seorang pengembang pemasaran jasa harus
memperhatikan pemenuhan kepuasan anggota. Anggota yang puas akan menjadi
pioneer atau penentu untuk kontinuitas berlangsungnya suatu bisnis jasa. Syarat
dalam menentukan tingkat kepuasan anggota diketahui dari adanya sikap: senang,
sering berkunjung, memberitahu temannya, dan memberikan solusi atas apa yang
dirasakan atas pelayanannya. Secara pribadi, anggota yang puas akan loyal
terhadap berbagai penawaran jasa yang diberikan.
Menurut Keagen dalam buku karya Tjiptono
(2004:24) mengemukakan bahwa kepuasan anggota
ditentukan oleh dua hal yaitu keluhan dan harapan anggota terhadap jasa
yang diterima. Apabila menerima perlakuan yang baik, sesuai dan memuaskan anggota
akan merasa terpenuhi harapannya, ditandai dengan adanya perasaan senang.
Sedangkan apabila penerimaan perlakuan kurang baik, tidak sesuai, memberi kesan
negatif dan tidak memuaskan, dianggap bahwa pelayanan yang diberikan tidak
sesuai harapan, yang menyebabkan anggota mengeluh, keluhan tersebut menandakan
bahwa anggota merasa kecewa.
Engel (1990:23) kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang
yang berasal dari perbandingan antara kesannya terhadap hasil suatu jasa dan
harapan-harapannya. Kepuasan merupakan fungsi dari kesan kinerja dan harapan.
Jika kinerja berada di bawah harapan, anggota akan tidak puas. Jika kinerja
melebihi harapan, maka anggota akan merasa amat puas atau senang. Dalam kaitan
itu, maka faktor kepuasan anggota (customer satisfaction) menjadi elemen
penting dalam memberikan atau menambah nilai bagi anggota
2. Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu
yang dilakukan oleh Widodo Sugiarto
pada tahun 2009 dengan judul Analisis
Pengaruh Kualitas Pelayanan terhadap Kepuasan pasien pada RSUD Karyadi Semarang.
Adapun hasil data kualitas pelayanan yang terdiri dari dimensi tangibles (bukti
fisik), reliability (kehandalan),
responsiveness (daya tanggap), assurance (jaminan) dan empathy (empati)
berpengaruh secara signifikan terhadap kepuasan anggota, hanya variabel tangible,
reliability, responsiveness dan empathy yang terbukti sesuai
hipotesis pada α < 5%. Sedangkan untuk variabel assurance (jaminan)
hanya berpengaruh tetapi tidak terbukti berpengaruh secara signifikan untuk
penelitian pada RSUD Karyadi
Semarang. Berdasarkan analisis koefisien
determinasi (R2) menunjukkan bahwa 77,5%
variasi dari variabel kepuasan anggota (dependen) dapat dijelaskan oleh
variabel kualitas pelayanan yaitu tangibles (bukti fisik), reliability (kehandalan),
responsiveness (daya tanggap), assurance (jaminan) dan empathy
(empati). Sedangkan 22,5%
lainnya dijelaskan oleh variabel lain yang tidak masuk dalam Model.
3.
Kerangka
pemikiran
Gambar
2.1
Model Kerangka Pemikiran
Keterangan :
Variabel Independen (X)
X1 : tangible
X2 : reliability
X3 : responsiveness
X4 : assurance
X5 : empathy
Variabel dependen (Y)
Y : Kepuasan Anggota
:
Mempengaruhi
A.
Hipotesis
Penerimaan dan
penolakan dari hipotesis tergantung dari hasil penelitian atau hasil penyelidikan
terhadap faktor – faktor yang dikumpulkan dari data lapangan. (Hasan,
2004:140).
Hipotesis dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Terdapat pengaruh signifikan antara tangible terhadap
kepuasan anggota Koperasi Muncul Arta
Sejahtera Semarang.
2. Terdapat pengaruh signifikan antara reliability terhadap
kepuasan anggota Koperasi Muncul Arta Sejahtera Semarang.
3. Terdapat pengaruh signifikan antara responsiveness terhadap kepuasan anggota Koperasi
Muncul Arta Sejahtera Semarang.
4. Terdapat pengaruh signifikan antara assurance terhadap
kepuasan anggota Koperasi Muncul Arta Sejahtera Semarang.
5. Terdapat pengaruh signifikan antara empathy terhadap kepuasan anggota Koperasi
Muncul Arta Sejahtera Semarang.
6. Terdapat pengaruh signifikan antara tangible,
reliability, responsiveness, assurance dan empathy
mempunyai pengaruh secara simultan
yang signifikan terhadap kepuasan anggota Koperasi
Muncul Arta Sejahtera Semarang.
B. Metode Penelitian
1.
Tipe Penelitian
Menurut Arsyad (2003 :
4) Penelitian adalah penyaluran hasrat ingin tahu menusia dalam taraf keilmuan.
Manusia selalu ingin mencari tahu sebab musabab dari serentetan akibat. Hasrat
ingin tahu manusia yang tidak akan pernah padam inilah yang mendorong kegiatan
penelitian yang pada akhirnya akan mendorong pengembangan ilmu.
2.
Populasi dan Sampel
1. Populasi
Menurut Sugiyono ( 2006
:72 ) Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari atas : obyek /
subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.
2. Sampel
Sampel adalah bagian
dari jumlah dan karakteristik yang dimilikki oleh populasi tersebut dan sampel
yang diambil dari populasi harus betul betul representatif (mewakili), Sugiono
(1999 :73 ). Untuk menentukan berapa jumlah sampel yang akan diambil dalam
penelitian ini, peneliti menggunakan rumus Slovin (Husain Umar, 2003:108)
Keterangan :
n = jumlah sampel
N = ukuran populasi
e
= kelonggaran ketelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang dapat
ditolrir dalam penelitian ini 10%.
3.
Definisi
Konsep dan Definisi Operasional
a. Definisi Konsep
1.
Tangible (Lupiyoadi,2001:148)
Tangible merupakan kemampuan suatu perusahaan
dalam menunjukan eksistensi kepada pihak eksternal.
2.
Reliability (Lupiyoadi,2001:148)
Reliability adalah kemampuan perusahaan untuk
memberikan pelayanan sesuai yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya.
3.
Responsiveness (Rambat Lupiyoadi,1996:69)
Responsiveness merupakan keinginan para staf untuk
membantu para anggota dan memberikan pelayanan dengan tanggap.
4.
Assurance (Fandy Tjiptono,2001:150)
Assurance merupakan pengetahuan, kesopansantunan
dan kemampuan para karyawan untuk menumbuhkan rasa percaya anggota pada
perusahaan.
5.
Empathy (Fandy Tjiptono, 2001:151)
Empathy merupakan pemberian perhatian yang
tulus dan bersifat individual atau pribadi yang diberikan kepada para anggota
dengan berupaya memahami keinginan konsumen.
6.
Kepuasan
(Kotler,2000:42)
Kepuasan
adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan
antara persepsi atau kesan terhadap kinerja atau hasil suatu produk dan harapan
– harapannya.
b.
Definisi
Operasional
1)
Tangible, Rambat Lupiyoadi (2000:148)
a)
Kenyamanan
ruang pelayanan dan ruang tunggu
b)
Kebersihan
fasilitas yang digunakan
c)
Fasilitas
fisik yang memadai seperti: gedung, toiletdan tempat parkir.
d)
Penampilan
dari karyawan yang rapi dan sopan
2)
Reliability (Lupiyoadi,2001:148)
a)
Pelayanan
dengan segera atau tidak berbelit – belit.
b)
Kecepatan
dan ketepatan dalam melayani.
c)
Kegiatan
administrasi yang rapi dan teratur.
d)
Pelayanan yang tepat
waktu.
3)
Responsiveness (Lupiyoadi,1996:69)
a)
Selalu
siap membantu anggota
b)
Tanggapan
yang baik terhadap keluhan anggota
c)
Informasi
yang diberikan jelas dan mudah dimengerti
d)
Sabar
dan telaten terhadap anggota
4)
Assurance (Tjiptono,2001:150)
a) Jaminan kepuasan dari pelayanan karyawan
kepada anggota
b) Karyawan memberikan pelayanan dengan
sopan dan ramah.
c) Karyawan mengedepankan kejujuran dalam
bekerja.
d) Karyawan terampil saat bekerja.
5)
Empathy (Tjiptono,2001:151)
a)
Sikap
adil atau tidak membeda – bedakan anggota.
b)
Kemampuan,
pengetahuan dan kecakapan yang memadai dari karyawan.
c)
Memberikan
perhatian khusus kepada anggota.
d)
Siap
melayani sesuai jam kerja.
6)
Kepuasan Anggota (Kotler,2000:42)
a)
Sistem keluhan dan saran
b)
Survey anggota
c)
Anggota bayangan
d)
Analisa kehilangan anggota
4.
Jenis
Data dan Sumber Data
1.
Jenis data
a. Data
primer adalah data penelitian yang diperoleh secara langsung dari sumber asli
(tidak melalui media perantara). Data primer khusus dikumpulkan oleh peneliti untuk
menjawab pertanyaan penelitian.
b. Data
sekunder adalah data yang sumber data penelitiannya diperoleh peneliti secara
tidak langsung melalui media perantara (diperoleh dan dicatat oleh pihak lain).
Data sekunder umumnya berupa bukti, catatan atau laporan historis yang telah
tersusun dalam arsip (data dokumenter) yang dipublikasikan dan tidak
dipublikasikan.
5.
Metode
Pengumpulan Data
Pengumpulan
data adalah pencatatan peristiwa peristiwa atau hal hal atau keterangan
keterangan atau karakteristik karakteristik sebagian atau seluruh elemen
populasi yang akan menunjang atau mendukung penelitian. Ada beberapa metode pengumpulan data yang digunakan dalam
penelitian ini:
1)
Angket (kuisioner )
Angket
adalah teknik pengumpulan data dengan menyerahkan atau mengirimkan daftar
pertanyaan untuk diisi oleh responden. Pertanyaan dalam kuesioner yang
dituangkan dalam ukuran skala likert yang digunakan dalam penelitian ini
meliputi :
1) Sangat
Setuju : diberi
skor 4
2) Setuju : diberi skor 3
3) Tidak
Setuju : diberi skor 2
4) Sangat
Tidak Setuju : diberi skor 1
2) Observasi
Observasi
adalah pemilihan, pengubahan, dan pengodean serangkaian perilaku dan suasana
yang sesuai dengan tujuan tujuan empiris.
3) Wawancara
Wawancara adalah teknik pengumpulan data
dengan mengajukanpertanyaan langsung oleh pewawancara kepada responden dan
jawaban jawaban responden dicatat atau direkam. (Hasan,2002 : 83-85).
4) Metode
Studi Kapustakaan
Teknik studi kapustakan dilakukan dengan
cara mempelajari dan mengkaji melalui buku buku ,diktat dan bahan bahan bacaan
lainnya untuk memperoleh referensi yang dibutuhkan dalam proses penelitian dan
pengerjaan tugas akhir ini.
7. Metode Analisis Data
a.
Uji Validitas
Validitas
adalah suatu ukuran yang menunjukan tingkat tingkat kevalidan atau kesahihan
suatu instrument. Suatu instrument yang valid atau sahih mempunyai validitas
yang tinggi. Instrument yang kurang valid berarti memiliki validitas
rendah.(Arikunto,2006 : 168-170)
Cara
yang digunakan adalah dengan corrected
item total correlation, dimana setiap nilai yang ada pada setiap butir
pertanyaan dikorelasikan dengan total nilai seluruh butir pertanyaan suatu
variabel.
Dalam
penelitian ini menggunakan taraf signifikasi 0,05 yang merupakan ukuran standar
yang sering digunakan dalam penelitian. Untuk mengetahui r tabel digunakan
rumus df = n – 2, dimana n adalah jumlah sampel dengan degree of freedom
sebesar 5% atau α/2 pada tabel.
BACA JUGA:
RPP/ RENCANAN PELAKSANAAN PEMBELAJARAN KESEHATAN RENCANAN PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) TEMATIK
Rumus korelasi adalah yang sebagai berikut :
n Si (x-1) – (Si)(S(x-1))
Ö
( n Si2 – (Si)2) (n S(x-1)2 – (S(x-1))2
Keterangan :
i : Skor
item
(x-i) : Skor
total item
dikurangi skor item
n : banyaknya
subyek
Dengan taraf signifikan 95 % criteria
pengujian valid apabila :
1)
r hitung >r tabel berarti
pengujian dikatakan valid
2) r
hitung ≤ r tabel berarti pengujian
dikatakan tidak valid.
b.
Uji
Reliabilitas
Menurut Iqbal Hasan (2002:77), Reliabilitas adalah
tingkat ketepatan, ketelitian dan keakuratan sebuah instrument. Jadi
reliabilitas menunjukan apakah instrument tersebut secara konsisten memberikan
hasil ukuran yang sama tentang sesuatu yang diukur pada waktu yang berlainan.
Rumus untuk menghitung koefisien reliabilitas
instrument dengan menggunakan Cronbach
Alpha adalah sebagai berikut
:
Keterangan
:
α :
Alpha
K : jumlah item valid
r
: rata – rata korelasi antar item
Dengan
taraf signifikan 95% kriteria pengujian
reliable jika :
1) r alpha positif dan r alpha ≥ 0,6 , maka
konstruk atau variable dikatakan reliabel.
2)
r
alpha negatif atau r alpha ≤ 0,6,
maka suatu variabel dikatakan tidak reliabel.
c.
Uji
Regresi Linier Berganda
1)
Analisis Regresi Berganda
Y = a + b1X1+b2X2
+b3X3+b4X4+b5X5
|
Sugiono
( 2006 : 257) menyebutkan persamaan untuk beberapa prediktor :
Dimana
:
Y = kepuasan anggota
a
= nilai konstanta
b
1…5 = nilai variable
X1 = variable tangible
X2 = variable reliability
X3 = variable responsiveness
X4 = variable assurance
X5 = variable empathy
2)
Uji
t
Uji t digunakan untuk menguji kebenaran
pernyataan hipotesis I, II, III,
IV dan V
penelitian. Berikut prosedur uji statistiknya adalah sebagai berikut : (Hasan,
Iqbal, 2004 : 108)
a)
Menentukan formulasi hipotesis
(1) H0:
b1, b2, b3, b4, b5
= 0, berarti tidak terdapat pegaruh tangible (X1), reliability (X2), dan responsiveness (X3), assurance (X4), empathy (X5) terhadap kepuasan anggota (Y) secara
parsial (individu).
(2) Ha
: b1, b2, b3, b4, b5
≠ 0, berarti tidak terdapat pegaruh tangible (X1), reliability (X2), dan responsiveness (X3), assurance (X4), empathy (X5) terhadap kepuasan anggota (Y)
secara parsial (individu).
b)
Menentukan taraf nyata (α) dan t-tabel
(1)
Taraf nyata (α) yang digunakan adalah 5 %/2 (0,025)
untuk uji dua arah.
(2)
Nilai
t-tabel memiliki derajad kebebasan (db) = n-k-1
c)
Menentukan
nilai uji statistic (nilai t-hitung)
Keterangan :
bi =
Koefisien regresi masing-masing variabel
Bo =
Mewakili Nilai B tertentu sesuai dengan hipotesisnya
Sbi =
Simpangan Baku Koefisien Regresi bi
d)
Membuat kesimpulan
Menyimpulkan Ho diterima atau ditolak
Keterangan :
Ho diterima, jika -t tabel < t hitung < t tabel
Ho ditolak, jika -t tabel > t hitung
1) Uji F
Uji F digunakan
untuk menguji kebenaran pernyataan hipotesis VI penelitian. Berikut
prosedur uji statistiknya adalah sebagai berikut: (Hasan, Iqbal, 2004 : 107)
a) Menentukan formulasi hipotesis
(1)
H0: b1, b2, b3, b4, b5 > 0 berarti tidak terdapat pengaruh
tangible (X1), reliability (X2), dan responsiveness (X3), assurance (X4), empathy (X5) terhadap kepuasan anggota (Y) secara
simultan (bersama-sama).
(2)
Ha : b1, b2, b3, b4, b5
< 0, berarti terdapat pengaruh
tangible (X1), reliability (X2), dan responsiveness (X3), assurance (X4), empathy (X5) terhadap kepuasan anggota (Y) secara
simultan.
b) Menentukan taraf nyata (α) dan F-tabel
Taraf nyata
(α) yang digunakan adalah 5 % untuk uji satu arah.
Nilai F-tabel memiliki derajad kebebasan (db), db1 =
k, db2 = n-k-1
c)
Menentukan nilai uji statistic (nilai F-hitung)
Keterangan :
n = jumlah
data atau responden penelitian
k = jumlah
variabel bebas
R2 = Koefisien Determinasi
d) Membuat kesimpulan
Menyimpulkan Ho diterima atau ditolak
Keterangan :
Ho diterima, jika nilai F-hitung < F-tabel
Ho ditolak apabila nilai F-hitung
> F-tabel
Kurva Distribusi F Untuk Uji Hipotesis VI
1) Koefisien Determinasi
Uji ketepatan perkiraan (R2)
dilakukan untuk mendekteksi ketepatan yang paling baik dalam analisis regresi.
Uji ini dengan membandingkan besarnya nilai koefisiensi determinan (R2) dan jika R2
semakin besar mendekati 1 (satu) maka model semakin tepat.
KD = r2 x 100%
|
Untuk
uji dapat digunakan rumus sebagai berikut :
Dimana
:
KD = koefisien
determinasi
r = koefisien korelasi
like artikel proposal bos mantab
ReplyDelete